INTOLERANSI


Akhir-akhir ini ramai , terutama di berbagai media sosial terkait isu penistaan agama yang dituduhkan kepada mantan gubenur Jakarta, Ahok. Beberapa teman mengalami perdebatan panjang tentang itu. Beberapa isu perdebatan "dibungkus" dengan isu religius.
Ini suatu ranah yang tidak akan habis dibahas, karena tiap orang mencoba menilai sesuatu dari sudut agamanya masing-masing. Seperti meributkan persamaan pisang dan nanas. 
Seakan ada gejala "mendadak religius"

Sekarang di Indonesia, ada semacam trend religius yang simbolik yang menjanjikan penebusan dosa secara instan hanya dengan mendukung aksi intoleran, meskipun kehidupan sehari-harinya tidak religius. 
Ini umumnya melanda kelas ekonomi menengah ke bawah.

Mengapa ini terjadi? Beberapa pelaku dari tindakan intoleran itu secara tingkat pendidikan sudah tinggi, secara ekonomi bisa dikatakan mapan , tapi yang memprihatinkan adalah sikap keagamaan mereka yg kaku dan tidak logis.

Intoleran ini makin merambah ke bidang-bidang lain, bukan hanya religi, tapi juga bisnis, pemerintahan, industri dan lainnya. Kualitas dan kuantitas intoleransi juga bervariasi sesuai dengan kadar kerusakan sistem nalar dan logik. Intoleransi muncul sebagai sikap karena menganggap pihak lain sebagai penghalang kepentingan diri. 

Intoleransi ini bisa menular , terutama dalam lingkungan-lingkungan dimana banyak ketidakmengertian. Sehingga pihak tertentu mudah menularkan paham-paham yang "dianggapnya" benar. Terutama menyebar luas dimana lingkungan itu minim informasi dan pergaulan, sehingga apa saja yang dikatakan oleh pihak2 yg intoleransi dianggap sebagai sebuah kebenaran, tanpa mau menguji dahulu. 
Terutama sekali jika dibungkus dengan paham-paham agama, yang notabene sulit dicari kebenaran yang absolut.

Dalam bidang keyakinan ada 2 objek intoleransi yakni : intoleransi terhadap penganut agama lain dan intoleransi terhadap sesama agama namun berbeda aliran. 
Kadang seseorang atau kelompok bisa bersikap toleran terhadap penganut agama, tapi intoleran terhadap seagama yang berbeda aliran. Kadang terjadi sebaliknya.

Perbedaan sikap toleran dan intoleran didasarkan pada dua tendensi di baliknya; 
Pertama adalah intoleransi teologis, yaitu kebencian dan penolakan yang bersumber dari doktrin yang dijejalkan sebagai prinsip atas nama agama dan aliran; 
Kedua adalah intoleransi politis, yaitu kebencian dan diskriminasi terharap pihak lain yang dianggap sebagai gangguan terhadap kemapanan yang tak lain hanyapah kepentingan dominasi kultural segelintir orang yang secara temurun menikmati hak istimewa berbungkus agama dan budaya di tengah masyarakat.

Intoleransi yang pasti tidak konsisten, karena mengejar keuntungan dan kepentingan golongan tertentu. Karena itu perubahan sikap sejumlah tokoh masyarakat terhadap kelompok minoritas tidaklah mengherankan.

Intoleransi politis selalu ditampilkan sebagai intoleransi teologis. Pelakunya selalu menutupi tendensi kekuasaan dengan dalih perlindungan terhadap keyakinan kelompok yang memberinya hak istimewa tersebut.
Dalam situasi tertentu, kegaduhan sosial dan kekerasan massal terhadap kelompok lain kerap terjadi karena digerakkan pemegang hak istimewa.

Intoleransi teologis diekspresikan dalam berbagai sikap dan tindakan, mulai dari pasif hingga aktif bahkan agresif. Penyesatan dan pengkafiran, yang merupakan bagian dari hate speech, adalah intoleransi aktif dan agresif.
Agresivitas intoleransi juga berperingkat mulai dari verbal melalui ucapan atau ceramah dan tulisan hingga aksi kekerasan.

Agamawan kurang mampu meredam tindakan intoleransi, bukan karena ia kurang nasihat, tapi justru akibat ceramah-ceramah yang membenturkan akal-agama.
Tidak sedikit agamawan yang menjadi penganjur intoleransi bahkan aksi kekerasan.

Intoleransi demi dominasi adalah watak dasar hewani dlm diri manusia. Agama dan keyakinan bukan sumbernya tapi bungkus dan bahan apologinya.
Menolak keragaman adalah delusi mengaku Tuhan.

Cinta agama, membela agama dan semua ekspresi iman takkan pernah buruk. Tapi bila cinta kepada agama sendiri ditafsirkan sebagai kebencian kepada agama orang lain dan kelompok lain, ia pastilah bukan agama dari Tuhan, tapi agama yang lahir dari kehendak dominasi. 
Itulah teologi horor, ajaran teror dan doktrin eror.

Komentar