MENOLONG ANAK DALAM PENGGUNAAN GADGET ?



Dalam dunia yang dipenuhi oleh berbagai penemuan teknologi yang luar biasa ini, gadget sudah menjadi kebutuhan pokok bagi anak-anak. Hampir semua anak remaja memiliki dan menggunakannya. Tidak sedikit yang salah menggunakannya. Sebagian anak telah menjadi pencandu permainan. Yang lain tidak bisa melepaskan diri dari media sosial (FB, instagram, Twitter, dsb). Riset di berbagai tempat menunjukkan bahwa persoalan ini merupakan salah satu yang paling meresahkan orang tua.

Bagaimana orang tua seharusnya menyikapi situasi seperti ini? Bagaimana pandangan etika tentang teknologi dan penggunaannya? Apa saja tips praktis yang perlu segera dilakukan oleh orang tua?

Banyak orang tua melihat  penyalahgunaan gadget hanya sebatas persoalan kultural atau sosial. Mereka tidak mampu menangkap persoalan karakter dan psikologis keluarga ke depan dibalik penyalahgunaan gadget. Tidak heran, pendekatan yang mereka lakukan seringkali tidak tepat sasaran. Mereka hanya melarang dan menentang, tanpa memberikan pemahaman yang benar. 

Inovasi mutakhir dalam bidang teknologi merupakan penegasan tentang status manusia sebagai tiruan dari gambar Tuhan, yakni sebagai pencipta. Pada dirinya sendiri, teknologi tidaklah salah. Dalam taraf tertentu hal itu justru merupakan bukti positif tentang keunikan manusia. 
Yang menjadi persoalan bukanlah teknologi, melainkan manusianya.



Orang tua perlu memahami hakikat manusia dan mengenal anak-anak mereka

Penggunaan (atau penyalahgunaan) gadget mengungkapkan banyak hal tentang manusia secara umum maupun keadaan anak-anak kita secara khusus. Yang pertama, manusia adalah makhluk sosial. Hampir semua anak mengakui bahwa bermain game secara kolektif jauh lebih mengasyikkan daripada bermain melawan komputer.

Berbagai game online sudah menjadi favorit anak-anak. Begitu pula dalam hal media sosial. Anak-anak seringkali menampilkan berbagai foto dan info kegiatan mereka dengan harapan akan mendapat perhatian dan respons positif dari orang lain. 
Semua ini membuktikan bahwa manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial. Mereka tidak bisa hidup menyendiri. Anak yang kecanduan gadget akan menjadi acuh dengan lingkungan sekitar dan tidak paham dengan etika bersosialisasi. sehingga rasa sosialisasi antar sesama memudar dan jarang ber-tegur sapa. 

Psikolog keluarga Astrid W.E.N. mengatakan dampaknya pada masa depan ada pada masalah kontrol diri, seperti adanya risiko anak memiliki sifat narsistik. Contohnya adalah selfie. Astrid menegaskan, dampak yang lebih jauh adalah kemampuan bersosialisasi yang kurang terasah sehingga mereka kesulitan berteman, merasa kesepian, bahkan berisiko mengalami depresi dan gangguan kecemasan. Pada akhirnya anak tidak tumbuh menjadi orang-orang yang dapat merefleksikan dan mengekspresikan diri

Anak-anak yang kecanduan game dan media sosial seringkali (tidak selalu) berasal dari keluarga yang kurang perhatian. Komunikasi konkrit dalam suatu keluarga tidak berjalan dengan baik, sehingga anak-anak mengambil pelampiasan pada gadget. Jika orang tua kurang memiliki waktu berinteraksi dengan anak-anak, tidak mengherankan jika anak-anak beralih pada gadget sebagai pengisi kekosongan.



Berangkat dari poin ini, orang tua seyogyanya memberikan waktu yang lebih banyak untuk anak-anak. Komunikasi perlu dibangun lebih intens. Perhatian perlu ditingkatkan. Dengan menjadi sahabat bagi anak-anak, orang tua sudah memberikan apa yang selama ini dicari begitu rupa oleh anak-anak dalam dunia sosial yakni PERHATIAN !

Di samping itu, orang tua juga patut menerapkan aturan yang jelas dan pengawasan yang konsisten.

Terkait penggunaan gadget, dokter anak Roya Samuel di Steven and Alexandra Cohen Children's Medical Center of New York khawatir akan meningkatnya angka prevalensi kegemukan (obesitas) pada anak. 
Dampak kurang baik akibat kontribusi terbesar perkembangan teknologi pada perkembangan anak adalah semakin 'terbius'-nya anak untuk duduk diam bemain dengan gadget selama berjam-jam dibandingkan dengan bermain aktif di luar atau di dalam ruangan. 
"Anak perlu belajar secara aktif, bukan hanya pasif," tukasnya. 


Fakta yang tak dapat disanggah dalam kehidupan adalah, waktu dan kesempatan yang kita miliki cuma bisa dinikmati satu kali !
Setelah kesempatan dan waktu tersebut kita gunakan, tak akan pernah datang lagi  kesempatan yang sama. Intinya, usaha apapun yang kita lakukan hari ini, baik baik atau buruk, akan memberikan dampak besar bagi kehidupan di masa mendatang.
Banyak orang sibuk yang kehilangan kesempatan berharga untuk melewatkan waktu yang berkualitas dengan keluarga. Mereka terlalu  sibuk membuka email untuk menjawab permintaan langganan maupun kolega kantor. Istilahnya, memperhatikan yang jauh tapi mengabaikan keluarga yang dekat.
Lebih buruk lagi, jika kesempatan itu cuma dihabiskan untuk main game atau ber- medsos, mengesampingkan keluarga yang justru membutuhkan kehadiran kita.

Meningkatnya tingkat kegagalan hubungan dan angka perceraian yang makin tinggi, bisa jadi akibat kegagalan membina komunikasi yang efektif. Ketika kita lebih banyak menghabiskan waktu di dunia maya melalui Sosmed, SMS atau Chat, kita akan kehilangan banyak kesempatan untuk mengasah kemampuan berkomunikasi secara langsung di dunia nyata. Termasuk kemampuan membaca bahasa tubuh, gesture dan intonasi suara. Semua komponen komunikasi yang berharga ini tidak bisa kita dapatkan dalam komunikasi maya.
Hal ini  merupakan salah satu penyebab timbulnya stres, baik dalam hubungan perseorangan maupun di tempat kerja.  Ini terjadi akibat kesalahpahaman karena komunikasi yang tidak nyambung.

Orang tua perlu memberi teladan hidup

Sayangnya, kebenaran di atas tampaknya tidak ditanggapi serius oleh sebagian orang tua. Mereka menerapkan aturan yang tidak konsisten bagi diri mereka dan anak-anak dalam hal penggunaan gadget dan medsos. 
Orang tua bebas menggunakannya, sedangkan anak-anak dikekang begitu rupa.  Alasan yang diberikan bermacam-macam, misalnya anak-anak harus berfokus pada studi.

Sikap di atas jelas tidak tepat. Pembatasan penggunaan gadget dan medsos terutama bukan ditujukan untuk meningkatkan prestasi anak-anak di sekolah. Pembatasan ini lebih berhubungan dengan tanggung-jawab dalam mengisi kehidupan, penguasaan diri, dan kedewasaan karakter. Hal-hal ini tentu saja tidak hanya dibutuhkan oleh anak-anak. Orang tua juga perlu mengejar semuanya ini.

Apakah mereka sudah menjalankan tanggung-jawab untuk meluangkan waktu bersama anak-anak, mengenal dunia mereka, dan memperhatikan kesusahan mereka sudah dilakukan oleh orang tua? 
Jika para orang tua selalu menyibukkan diri dengan gadget dan medsos, bagaimana semua tanggung-jawab ini dapat dipenuhi? Apakah orang tua sudah memberi bukti nyata bahwa pengendalian diri bukanlah sesuatu yang mustahil untuk dilakukan?


Bagi anak-anak yang benar-benar bergumul dengan kecanduan, mereka ingin diberi dorongan yang nyata melalui keteladanan hidup orang-orang di sekitarnya bahwa kecanduan dapat dipatahkan. Godaan untuk terus memegang gadget dapat dikalahkan. Jikalau orang tua sendiri terlihat sulit memisahkan diri dari gadget, bagaimana anak-anak mendapatkan suntikan semangat yang mereka perlukan?

Keteladanan hidup bukan hanya diperlukan sebagai sarana pembelajaran, tetapi juga sangat efektif. 

Pada umumnya anak-anak tidak suka diberi teguran atau ceramah. Mereka rata-rata sudah mengetahui bahwa apa yang mereka lakukan dengan gadget mereka adalah sesuatu yang keliru. 

Persoalannya, mereka memerlukan bimbingan dan bantuan untuk mengubahnya. Terlalu banyak bicara tidak banyak berguna. Nasihat secara verbal berupa teguran perlu dikurangi. 
Sebaliknya, pemberian semangat untuk perubahan perlu ditingkatkan, baik dorongan secara verbal (kata-kata yang menguatkan dan inspiratif) maupun non-verbal (keteladanan hidup)


Komentar