UNTUK APA KITA PERLU BERAGAMA?



Pertanyaan ini layak diketengahkan dalam rangka introspeksi diri atas keagamaan kita. Karena betapa banyak orang beragama, namun keberagamaan mereka sekedar warisan dari orang tua atau lingkungan sekitar mereka. Bahkan ada sebagian orang beranggapan, bahwa agama hanya sebagai pelengkap kehidupan yang sifatnya eksidental.

Di dalam setiap diri manusia ada kecenderungan untuk merasakan adanya suatu hal yang tidak dapat dimengerti yang menguasai kehidupannya. Kecenderungan magis (spiritual) di dalam diri manusia telah dirasakan oleh manusia sejak dahulu kala. 
Segala tingkah laku binatang adalah rasional. Tidak ada pertimbangan-pertimbangan yang bersifat spiritual. Namun lain halnya dengan manusia, yang sejak awal keberadaannya telah menunjukkan kecenderuangan spiritual.

Kecenderungan spiritual dalam  diri seseorang akan terasa ketika manusia berada dalam ketidakberdayaan. Misalnya ketika ia sakit keras, dan terpikir bahwa mungkin ia akan mati, tiba-tiba ia bertanya dalam dirinya apa yang akan terjadi setelah setelah mati.
Menurut Karl Marx, ide adanya Tuhan disebabkan karena manusia tidak berdaya menghadapi kesulitan dan kesedihan. Dengan kata lain, Tuhan itu hanyalah sebuah angan-angan kosong yang dijadikan sebagai kambing hitam ketika manusia tidak dapat menemukan penjelasan atas kesulitan yang dihadapinya.


Memang ketika manusia mampu melakukan sesuatu, ia kurang merasakan adanya campur tangan Tuhan atas hasil karyanya. Tapi ketika manusia merasa tidak berdaya atau berada di ujung kematian, maka ia merasakan ada suatu kekuatan di luar dirinya yang mengendalikan kehidupan ini. 

Descrates, seorang filsuf Yunani kuno, mengatakan bahwa ia tidak menjadikan dirinya sendiri. Sebab kalau ia yang menciptakan dirinya sendiri, tentu ia akan memberikan segala sifat kesempurnaan sesuai dengan yang diinginkannya.
Itulah tandanya bahwa bukan dia yang menjadikan dirinya. Artinya ada unsur atau zat lain  yang menjadikan dirinya. Dan unsur itu sudah tentu memiliki sifat-sifat kesempurnaan. Ia mencapai kesimpulan akan adanya Tuhan dengan memperhatikan alam dan memperhatikan dirinya sendiri.

Manusia sejak jaman dahulu kala selalu mencari-cari sesuatu untuk disembah. Karena dalam diri manusia ada kesadaran bahwa di luar dirinya terdapat suatu kekuatan yang mempengaruhi hidupnya. Oleh karena itu, manusia sangat memerlukan agama untuk memenuhi dahaga rohaninya. Salah satu pertanyaan mendasar yang selalu muncul adalah pertanyaan akan diri manusia sendiri. Siapakah sebenarnya saya ? Mengapa saya ada di sini ? Mau kemanakah tujuan saya ? 
Apabila pertanyaan tersebut tidak terjawab, akan membuat hidup menjadi tidak berarti, hampa dan tanpa tujuan.


Ilmu pengetahuan jelas tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Sedangkan filsafat hanya dapat menduga-duga tanpa dapat memberikan penjelasan yang tuntas.
Tujuan dari ilmu pengetahuan dan filsafat pada dasarnya adalah sama, yaitu kebenaran.

Maka hanya Tuhan sendirilah yang dapat memberikan penjelasan yang tuntas, karena Tuhan-lah yang menciptakan manusia. Hanya Tuhanlah yang mengatahui kebenaran yang mutlak. Karena semuanya itu berasal dari Dia. Dan hal itu dilakukan melalui apa yang kita sebut dengan agama.

Pencarian Tuhan adalah hakekat agama.

Inilah peranan agama. Yang dimaksud dengan agama di sini adalah wahyu dari Tuhan kepada manusia untuk menjelaskan hal ihwal ke-Tuhan-an yang patut diketahui manusia. Sebab tanpa itu, manusia hanya dapat meraba-raba. Maksimal, manusia hanya dapat mengetahui bahwa tidak mungkin salah satu benda-benda di alam sekelilingnya itu adalah Tuhan.

Dari sini dapat disimpulkan bahwa tujuan awal dari beragama adalah bertuhan. Artinya, permasalahan pertama yang dijawab oleh agama adalah penjelasan mengenai siapa tuhan yang sebenarnya, bagaimana sifat-sifatnya.
Lebih jauh agama menjelaskan apa yang dikehendaki oleh Tuhan kepada manusia, dan bagaimana seharusnya manusia bertingkah laku di muka bumi ini.


Ketika orang berpikir bahwa semua agama adalah sama saja, karena semuanya sama-sama benar dan semuanya sama-sama baik, maka wajar saja jika orang kemudian memilih yang paling praktis dan paling mudah. Jika semua agama sama saja, untuk apa kita memilih yang susah untuk masuk surga ? Untuk apa kita harus berdoa sehari lima kali jika berdoa seminggu sekali itu sama saja baiknya ?.

Jika Anda berpikir seperti itu, maka yang lebih ekstrim lagi, tentunya agama yang sama sekali tidak membebani manusia dengan berbagai hal dan kewajiban adalah agama yang paling praktis. Atau bahkan kalau perlu, tidak beragama itu jauh lebih praktis dari pada beragama. Tapi jika Anda berpikir seperti ini, maka Anda telah terlepas dari tujuan semula beragama.

Sebagian lainnya, ada yang menjatuhkan pilihan dilandasi oleh motif ekonomi. Misalnya dengan bergabung dengan kelompok agama tertentu akan mengangkat dirinya yang selama ini dihimpit kemiskinan. Ada juga yang terpesona dengan kegemerlapan dan kemewahan suasana perayaan hari besar sebuah agama, sehingga memberi kesan bahwa pengikut agama tersebut berada dalam kemakmuran dan kebahagiaan.

Anda tidak boleh terkecoh dengan motivasi-motivasi yang salah dalam beragama. Ingatlah bahwa beragama itu intinya adalah bertuhan. Jadi bukan soal praktis atau tidak praktis. Bukan pula soal gemerlap atau tidak gemerlap.
Persoalan pertama yang harus Anda pahami ketika meninjau sebuah agama adalah konsep ketuhanannya. Untuk menentukan mana agama yang benar, adalah dengan menguji konsep ketuhanannya dan menguji kesucian dari kitab sucinya. 


Manusia adalah makhluk yang penuh dengan kekurangan dan keterbatasan. Agama adalah satu-satunya media yang menghubungkan kita dengan Sang Pencipta.
Agama mampu memberikan jaminan dengan harapan-harapan masa depan. Agama bisa memotivasi kehidupan manusia untuk menjalani kehidupan ini dengan penuh optimisme. Dengan keyakinan akan agama, manusia akan mencapai sesuatu yang lebih baik dalam hidup ini. Manusia juga tidak akan mudah menyerah dengan segala kesulitan hidup yang dihadapi.

Dengan ajaran moral dan nilai-nilai yang ada di dalam agama akan memberikan ciri tertentu kepada pengikutnya. Oleh karena itu, agama bukan hanya sebuah keyakinan dan pemahaman tanpa tindakan, tetapi beragama harus menyeluruh. Yaitu antara keyakinan dengan tindakan harus lah saling menunjang. Untuk itu kita dituntut untuk memiliki watak dan karakteristik yang berbeda dengan orang yang tidak meyakini agama. Itulah yang disebut dengan akhlak.

Karena agama adalah penuntun atau pengendali arah hidup manusia, maka agama harus menjadi sumber segala sumber. Untuk itu apapun yang kita lakukan harus dilandasi atas nilai-nilai yang ada di dalam agama itu. Oleh karena itu, segala perbuatan baik itu yang berkaitan dengan pemenuhan diri sendiri maupun sosial kita namakan dengan ibadah.


Kepasrahan yang total terhadap Tuhan adalah sebuah keharusan bagi umat agama manapun. Di dalam kepasrahan ini akan kita temukan sebuah kedamaian. Kedamaian yang dimaksudkan adalah optimisme menjalani kehidupan dengan sungguh-sungguh.
Karena kehidupan adalah kebaikan Allah yang sudah dan terus kita terima , manusia akan merasa tenang, tentram dan damai di dalam kehidupan ini.

Komentar